07 November 2016

Orasi Dhani Dipolisikan, MK Tegaskan Pasal Penghinaan Presiden Ancam Demokrasi

 Sekelompok masyarakat melaporkan materi orasi Ahmad Dhani dalam demonstrasi 4 November 2016. Pelapor menilai orasi Ahmad Dhani yang mengkritik Presiden Joko Widodo melampaui batas kepatutan dan kewajaran. 

Namun Mahkamah Konstitusi (MK) menilai pasal-pasal yang memidanakan rakyat dengan dalih menghina presiden dalam KUHP mengancam demokrasi sehingga bertentangan dengan kontitusi dan harus dihapuskan.

"Mahkamah berpendapat, Indonesia sebagai suatu negara hukum yang demokratis, berbentuk republik, dan berkedaulatan rakyat, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagaimana telah ditentukan dalam UUD 1945, tidak relevan lagi jika dalam KUHP masih memuat pasal-pasal seperti Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137," demikian putus MK yang dikutip detikcom, Senin (7/11/2016).

Menurut MK, Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP tidak relevan dalam negara hukum modern karena mengkritik presiden adalah bagian dari kebebasan hak asasi manusia.

"Menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan
informasi, dan prinsip kepastian hukum," ujar majelis. 

Sehingga, dalam RUU KUHP yang merupakan upaya pembaharuan KUHP warisan kolonial juga harus tidak lagi memuat pasal-pasal yang isinya sama atau mirip dengan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHPidana.

"Terlebih lagi, ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 134 paling lama enam tahun penjara dapat dipergunakan untuk menghambat proses demokrasi khususnya akses bagi jabatan-jabatan publik yang mensyaratkan seseorang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih," ucap majelis.

Putusan itu diketok oleh sembilan hakim konstitusi yaitu Jimly Asshiddiqie, Laica Marzuki, H.A.S. Natabaya, Maruarar Siahaan, Abdul Mukthie Fadjar, Achmad Roestandi, Harjono, I Dewa Gede Palguna, dan Soedarsono. Tapi putusan itu tidak bulat, empat di antaranya menyatakan dissenting opinion, yaitu I Dewa Gede Palguna, Soedarsono, H.A.S. Natabaya, danAchmad Roestandi.

"Tetapi, negara hukum dan demokrasi tidak melindungi pelaku penghinaan, terhadap siapa pun hal itu ditujukan. Pelaku penghinaan tidak dapat berlindung di balik kemerdekaan menyampaikan pendapat. Konstitusi menghormati, melindungi, dan
menjamin setiap orang yang bermaksud menyampaikan pendapatnya, tetapi tidak untuk pelaku penghinaan," kata hakim konstitusi Palguna dalam dissenting opinionnya.

Nah, dengan dihapusnya Pasal Penghinaan Presiden, maka satu-satunya pasal yang bisa melindungi pribadi pejabat publik adalah pasal 207 KUHP tentang Penghinaan kepada Penguasan Umum. Tapi putusan MK menyaratkan Pasal 207 KUHP bisa diproses asalkan pihak yang merasa dirugikan melaporkan sendiri ke polisi.

"Melapor boleh saja, tetapi berdasarkan putusan MK, pejabat negara harus melaporkan sendiri," kata ahli pidana Prof Dr Hibnu Nugroho. 

No comments:

Post a Comment

http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih