25 September 2021

Yusril Merasa PD Serang Pribadinya dan Tak Tentu Arah

  Pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacara empat mantan kader Partai Demokrat (PD) yang mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA) mengenai AD/ART PD. Politikus PD bereaksi terhadap Yusril. Yusril merasa reaksi para politikus PD itu seperti serangan dewa mabuk.

"Tidaklah tepat para kader PD menyerang pribadi saya. Mereka seperti kehabisan argumen untuk membantah, lantas menggunakan 'jurus dewa mabok' untuk melawan. Saya kira, cara-cara seperti itu bukanlah cara yang sehat dalam membangun hukum dan demokrasi," kata Yusril saat dimintai tanggapan oleh wartawan, Sabtu (25/9/2021).

Yusril menyampaikan hal itu menanggapi politikus Partai Demokrat Andi Arief yang mengungkit masa lalu perjalanan politik famili Yusril, termasuk menyebut-nyebut soal pertemuan dengan Moeldoko, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang sempat berupaya 'mengkudeta' Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Selain Andi Arief, ada pula elite Parti Demokrat Rachland Nashidik yang juga menanggapi Yusril dan mengaitkan langkah Yusril dengan siasat politik Moeldoko. Yusril sendiri tidak memandang perkubuan PD yang dihuni kliennya.

"Apa yang saya lakukan adalah tindakan profesional yang dilindungi oleh UU Advokat. Advokat tidak bisa diidentikkan dengan klien," kata Yusril, advokat yang juga dikenal sebagai politikus Partai Bulan Bintang dan mantan menteri.

Yusril menyarankan agar PD menyiapkan 'pendekar-pendekar hukum' untuk menghadapi judicial review AD/ART PD di MA. Yusril tahu ada nama-nama kelas berat di PD yang tergolong sebagai jagoan hukum.

"Mereka punya orang-orang sekaliber Amir Syamsudin dan Benny K Harman yang saya yakin mampu berargumen secara hukum. Bukan ungkit sana, ungkit sini. Serang sana, serang sini tidak tentu arah," kata Yusril.

Untuk membandingkan posisinya saat ini, Yusril menceritakan saat dia menjadi kuas hukum Aburizal Bakrie (Ical) dari Partai Gorkal. Saat itu, Golkar juga sedang dilanda konflik internal. Di sebarang Ical saat itu, ada kubu Agung Laksono. Saat itu, Yusril merasa tak ada yang menyerangnya sebagaimana saat ini dia diserang politikus PD.

"Saya kira kader-kader PD seperti Andi Arief dan Rachland Nasidik seyogianya mampu menunjukkan kedewasaan dalam bersikap," kata Yusril.

Selanjutnya, reaksi Andi Arief dan Rachland yang digolongkan Yusril sebagai jurus dewa mabuk:

Yusril menyebut langkah hukum yang dia kawal saat ini bukanlah gugatan, melainkan permohonan keberatan pengujian formil dan materiil ke MA.

Sebelumnya, elite Partai Demokrat yang diketuai AHY, Andi Arief menyoroti perubahan sikap dalam isu ini. Dia menyebut perubahan sikap itu terjadi setelah pertemuan dengan Moeldoko.

"Poin saya adalah, perubahan sikap menafsirkan ad/art Demokrat 2020. Pilkada 2020 anggap sah, tapi setelah bertemu KSP Moeldoko 2021 kenapa berubah malah menggugat," cuit Andi Arief melalui akun Twitter-nya.

Elite PD, Rachland Nashidik mengkritik netralitas Yusril. Yusril justru dinilai memihak dan mendapat keuntungan dari praktik politik Moeldoko.

"Yusril Ihza Mahendra mengaku netral dalam skandal pembegalan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Ia mengaku menjadi kuasa hukum Moeldoko hanya karena peduli pada demokratisasi dalam tubuh partai politik," kata Elite Partai Demokrat, Rachland Nashidik, dalam keterangannya, Jumat (23/9) kemarin.

"Tapi skandal hina pengambil-alihan paksa Partai Demokrat oleh unsur Istana, yang pada kenyataannya dibiarkan saja oleh Presiden, pada hakikatnya adalah sebuah krisis moral politik. Dan orang yang mengambil sikap netral dalam sebuah krisis moral, sebenarnya sedang memihak pada si kuat dan si penindas," lanjutnya.

02 February 2017

Prasetio Edi: Datang ke Kepulauan Seribu Ahok seperti Penganten Betawi

Prasetio Edi Marsudi, Ketua Tim Pemenangan calon gubernur-calon wakil gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat menilai warga Kepulauan Seribu masih menginginkan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. Hal itu, menurut dia terlihat dari tingginya survei elektabilitas Ahok-Djarot di Kepulauan Seribu menurut hasil survei Charta Politika.

Sebelumnya dari hasil survei Charta Politika, menyatakan, Ahok-Djarot dipilih oleh 50 persen responden dari hasil survei yang dilakukan Charta Politika di Kepulauan Seribu. Prasetio menjelaskan, hasil survei itu bertolak belakang dengan kabar yang menyebut warga Kepulauan Seribu tak akan mendukung Ahok pada Pilkada DKI karena kasus dugaan penodaan agama.
Begitu pula saat Senin lalu Ahok datang ke Kepulauaan Seribu. Prasetio mengatakan sambutan yang begitu meriah memperlihatkan Ahok diterima di Kepulauan Seribu.
"Kan kemarin lihat sendiri beliau datang ke sana apa yang dikatakan di dalam penistaan agama bahwa warga Kepulauan Seribu tidak terima. Kan datang ke sana (Ahok) kayak penganten Betawi, jadi bertolak belakang (dengan isu yang beredar)," ujar Prasetio di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).
Saat merilis hasil survei di Kantor Charta Politika, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (1/2/2017), Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya menyatakan, Ahok-Djarot dipilih oleh 50 persen responden di Kepulauan Seribu. (Baca: Charta Politika: Ahok-Djarot Dipilih 50% Responden di Kepulauan Seribu)
Sementara itu, pasangan Agus-Sylvi dipilih oleh 10 persen responden di Kepulauan Seribu dan Anies-Sandi dipilih oleh 30 persen. Sisanya, 10 persen responden tidak menjawab.
"Data ini agak menarik karena sebetulnya di situlah lokasi tempat kejadian kasus Al Maidah terjadi. Saya enggak berani berspekulasi apa yang menjelaskan hal itu, tetapi ada korelasi terbalik antara kejadian yang terjadi di Kepulauan Seribu yang sekarang sedang disidangkan," ujar Yunarto.
Survei Charta Politika itu dilakukan dengan wawancara tatap muka terhadap 767 responden di enam wilayah di Jakarta. Metode penelitian yang digunakan yakni multistage random samplingdengan margin of error lebih kurang 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei ini dibiayai menggunakan dana internal Charta Politika.

Seperti Apa Peta Dukungan Pemilih pada Pilkada DKI 2017?

Lembaga Konsultan Politik Indonesia (LKPI) meneliti peta dukungan pemilih pada Pilpres 2014 lalu dikaitkan dengan peta dukungan pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Hasilnya menunjukkan bahwa responden pemilih Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Pilpres 2014 akan memilih pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta nomor pemilihan dua, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat padaPilkada DKI 2017.

Direktur Riset LKPI Tatak Ujiyati mengatakan, sebanyak 35,9 persen pemilih Jokowi-Kalla akan memilih Ahok-Djarot. Yang akan memilih pasangan calon nomor pemilihan satu Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni 20,6 persen, dan yang mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno 24,4 persen. Sebanyak 19,2 persen pemilih Jokowi-Kalla pada Pilpres 2014 tidak menjawab.
"Mereka yang mendukung Jokowi-Kalla itu ternyata mayoritas masih mendukung Basuki-Djarot. Saya kira ini berkorelasi positif dengan dukungan partai Pak Jokowi, PDI-P, yang mendukung Basuki-Djarot," kata Tatak saat merilis hasil survei di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).
Selain didukung PDI-P, pasangan Ahok-Djarot juga didukung Partai GolkarNasdem, dan Hanura.
Sementara itu, pemilih Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa pada Pilpres 2014 banyak mendukung Agus-Sylvidan Anies-Sandi.
Pemilih Prabowo-Hatta yang mendukung Agus-Sylvi sebanyak 34,8 persen dan yang mendukung Anies-Sandi 32,3 persen. Sementara yang memilih Ahok-Djarot 16,4 persen. Sisanya, 16,4 persen responden tidak menjawab.
"Ini bisa dikatakan korelasinya sangat positif, sangat berhubungan," kata Tatak.
Partai Gerindra merupakan salah satu parpol pengusung Anies-Sandi.
Sementara Hatta merupakan ayah mertua dari adik Agus, Edhie Baskoro Yudhoyono. Pada saat debat pertama Pilkada pun, Hatta datang mengenakan jaket bertuliskan Agus-Sylvi.
Survei LKPI itu dilakukan pada 13-26 Januari 2017 dengan wawancara tatap muka terhadap 600 responden di lima kota di Jakarta. Dengan jumlah responden tersebut, pemilih di Kabupaten Kepulauan Seribu tidak terwakili dalam sampel karena jumlah pemilihnya terlalu kecil.
Metode penelitian yang digunakan yakni multistage random sampling dengan margin of error lebih kurang 3,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei ini dibiayai menggunakan dana internal LKPI.

Jokowi: Jangan Ada yang Pesimistis...

 Presiden Joko Widodo menegaskan agar masyarakat Indonesia tidak pesimistis memandang pertumbuhan ekonomi.

Sejak 2015, pertumbuhan ekonomi di Indonesia merambat naik di tengah merosotnya ekonomi negara-negara di dunia.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan negara-negara lain, misalnya G-20, kita nomor tiga tertinggi," ujar Jokowi saat membuka Konferensi Forum Rektor Indonesia 2017 di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).
Urutan negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah India dengan 7,9 persen, disusul China dengan 6,7 persen, lalu Indonesia dengan angka 5,18 persen.
"Ini sebuah hal yang tidak mudah dicapai karena di negara yang lain hampir semuanya anjlok. Ada yang cuma satu persen, dua persen, bahkan ada yang minus," ujar Jokowi.
"Oleh sebab itu, jangan ada yang pesimistis. Saya itu selalu menyampaikan ke menteri, bekerja itu harus optimistis supaya di masyarakat juga terbangun optimismenya," lanjut dia.
Terlebih lagi, optimisme Jokowi didukung kajian sejumlah lembaga keuangan dalam dan luar negeri.
Semua lembaga keuangan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun mendatang lebih baik dari tahun ini.
"Indef mengatakan 5 persen, Bank Indonesia dari 5 sampai 5,4 persen, Bank Dunia 5,3 persen, bahkan ADB berani mengatakan pertumbuhan kita sampai 5,5 persen. Artinya ada kemungkinan (pertumbuhan ekonomi) kita naik pada 2017," ujar Jokowi.

Bantah SBY, Wiranto Sebut Ada Tata Cara untuk Bertemu Jokowi

 Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo selalu menerima siapa saja yang ingin bertemu. Hal tersebut dikatakan Wiranto untuk membantah pernyataan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Dia juga membantah kabar Presiden Jokowi membatasi diri untuk bertemu dengan SBY.
"Mengenai keinginan Pak SBY bertemu Presiden sebenarnya enggak ada masalah ya. Sejauh yang saya tahu, Pak Jokowi sebagai presiden selalu siap menerima siapa saja ya. Jadi kalau ada isu Presiden membatasi diri, itu tidak benar. Beliau sangat terbuka menerima siapa saja," ujar Wiranto di sela-sela The 3rd Indonesia-Australia Ministerial Council Meeting on Law and Security di Hotel Sari PAN Pacific, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).
Namun, Wiranto mengingatkan, ada satu prosedur yang harus dilewati jika SBY ingin bertemu dengan Presiden. Begitu juga jika SBY ingin bertemu dengan dirinya atau Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Seandainya Pak SBY ingin bertemu Pak Jokowi, ketemu saya atau ketemu Wapres tentu ada tata cara. Tentunya ada tata cara yang memang dibutuhkan untuk itu. Bukan satu langkah untuk mencegah beliau bertemu dengan Presiden," ungkap dia.
SBY sebelumnya mengaku ingin bertemu Jokowi. SBY merasa perlu bertemu untuk membicarakan banyak hal terkait berbagai isu, terutama soal tuduhan yang selama ini diarahkan kepadanya.
Keinginan itu disampaikan SBY dalam jumpa pers di kantor DPP Demokrat, Jakarta, Rabu sore. SBY mengaku mendapat informasi dari tiga orang sumber bahwa sebenarnya Jokowi ingin bertemunya. Namun, ada pihak yang melarang.
"Tetapi, dilarang dua, tiga orang di sekeliling beliau. Dalam hati saya, hebat juga yang bisa melarang Presiden kita untuk bertemu sahabatnya yang juga mantan presiden," ucap dia.
Jokowi sebelumnya sudah bertemu mantan presiden ataupun pimpinan parpol. Pada Kamis (19/1/2017), Jokowi mengundang mantan Presiden ketiga RI, BJ Habibie, ke Istana.
Sementara itu, pertemuan dengan Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri, terjadi pada akhir November 2016. Jokowi pernah ditanya soal ada atau tidaknya keinginan dirinya bertemu SBY. Namun, Jokowi tidak menjawab tegas.
"Ya, nanti semuanya akan kita atur," kata Jokowi, Senin (21/11/2016).

Johan Budi: Yang Terkait Ahok Jangan Langsung Dihubungkan ke Presiden

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi mengatakan, sidang dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sama sekali tidak berkaitan dengan Presiden Joko Widodo.

Begitu pula dengan fakta yang muncul saat persidangan.
Oleh karena itu, Johan meminta Ketua Umum Partai DemokratSusilo Bambang Yudhoyono untuk tidak mengait-ngaitkan apa yang terjadi pada sidang Ahok dengan Jokowi.
"Itu kan di pengadilan, jangan kemudian yang ada kaitan dengan Ahok langsung (dihubungkan) ke Presiden," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/2/2017).
SBY sebelumnya merasa percakapannya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin disadap.
Perasaan SBY itu muncul karena dalam persidangan, pengacara Ahok Humphrey Djemat mengaku memiliki bukti soal komunikasi antara SBY dan Ma’ruf.
Pengacara Ahok menyebut percakapan itu terjadi pukul 10.16 dan salah satunya berkaitan dengan fatwa tentang penistaan agama.
Johan pun meminta wartawan untuk menanyakan langsung kepada pengacara Ahok mengenai bukti yang dimiliki.
"Jangan kemudian itu dilempar ke Presiden dong. Presiden enggak ada hubungannya sama sekali dengan proses persidangan Ahok," ujar Johan.
Mengenai bukti percakapan, Humphrey menegaskan, dia tidak pernah menyebutkan bahwa bukti yang dimiliki berupa rekaman atau transkrip.
Bisa saja bukti itu berupa kesaksian.
Tim pengacara tidak akan mengungkap wujud bukti yang dimiliki selain di pengadilan.

Istana: Masa Lewat Media? Kan Biasanya Jokowi-SBY Saling Telepon

Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi menyarankan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono langsung menelpon Presiden Joko Widodo.

Melalui sambungan telepon itu, kata dia, SBY bisa mengungkapkan keinginannya untuk bertemu.
"Kan saya sampaikan hubungan Pak SBY dan Jokowi baik-baik saja. Kan bisa keduanya saling telepon, kan enggak ada persoalan," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Johan mengatakan, SBY tidak harus mengajukan permintaan resmi ke Sekretariat Negara untuk bertemu Jokowi. Sebagai Presiden keenam yang berhubungan baik dengan Jokowi, permintaan untuk bertemu bisa disampaikan secara pribadi.
"Coba tanya Pak SBY pernah telepon dengan Pak Jokowi enggak? Saya yakin pernah, dulu ya, dulu," ucap Johan.
Johan menilai tidak tepat apabila permintaan SBY untuk bertemu itu disampaikan lewat media massa melalui sebuah konferensi pers.
"Masa lewat media," ujarnya.

SBY sebelumnya mengaku ingin bertemu Jokowi. SBY merasa perlu bertemu untuk membicarakan banyak hal terkait berbagai isu, terutama soal tuduhan yang selama ini diarahkan kepadanya.
Keinginan itu disampaikan SBY dalam jumpa pers di kantor DPP Demokrat, Jakarta, Rabu sore. SBY mengaku mendapat informasi dari tiga orang sumber bahwa sebenarnya Jokowi ingin bertemunya. Namun, ada pihak yang melarang.
Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan menilai pernyataan yang disampaikan SBY kemarin sudah menyatakan secara terang benderang keinginannya untuk bertemu Jokowi.
Menurut Hinca, seharusnya Presiden dan pihak istana menangkap pesan SBY yang sudah dimuat di berbagai media itu.

Sementara pada Kamis pagi tadi, Jokowi menyatakan akan meluangkan waktu untuk bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, hal itu menunggu permohonan bertemu dari SBY yang juga merupakan Presiden keenam RI tersebut.
"Kan saya sudah sampaikan bolak-balik, waktunya akan diatur. Tetapi kalau ada permintaan," ujar Jokowi saat diwawancaraiwartawan di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).

Johan Budi Minta SBY Sebut Penghalang Bertemu dengan Jokowi

 Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi meminta Ketua Umum Partai DemokratSusilo Bambang Yudhoyono untuk buka-bukaan.

Johan meminta SBY menyebut siapa pihak yang menghalangi Presiden Joko Widodo bertemu dengan dirinya.
"Sekarang kan era terbuka, saya sarankan sama Pak SBY disebut saja siapa yang menghalangi," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Johan mengatakan, sepanjang yang dia tahu, tidak ada yang menghalangi Jokowi untuk bertemu SBY. Dia juga menegaskan bahwa selama ini Jokowi selalu memutuskan sendiri ketika bertemu dengan sejumlah tokoh.
"Presiden tidak bisa kalau sudah memutuskan bertemu lalu ada yang menghalangi," kata Johan.
Johan juga menegaskan bahwa hubungan SBY dan Jokowi baik-baik saja. Pertemuan antara Jokowi dan SBY belum dilakukan hanya karena persoalan waktu.
"Keduanya tidak pernah ada persoalan secara personal," ucap Johan.
SBY sebelumnya mengaku ingin bertemu Jokowi. Dia merasa perlu bertemu untuk membicarakan banyak hal terkait berbagai isu, terutama soal tuduhan yang selama ini diarahkan kepadanya.
Keinginan itu disampaikan SBY dalam jumpa pers di kantor DPP Demokrat, Jakarta, Rabu sore.
SBY mengaku mendapat informasi dari tiga orang sumber bahwa sebenarnya Jokowi ingin bertemu. Namun, ada pihak yang melarang.
"Tetapi, dilarang dua, tiga orang di sekeliling beliau. Dalam hati saya, hebat juga yang bisa melarang Presiden kita untuk bertemu sahabatnya yang juga mantan presiden," ucap dia.
Jokowi sebelumnya sudah bertemu mantan presiden ataupun pimpinan parpol. Pada Kamis (19/1/2017), Jokowi mengundang Presiden ketiga RI BJ Habibie ke Istana.
Sementara itu, pertemuan dengan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri terjadi pada akhir November 2016.
Pada Kamis pagi tadi, Jokowi menyatakan akan meluangkan waktu untuk bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, hal itu menunggu permohonan bertemu dari SBY yang juga merupakan Presiden keenam RI tersebut.
"Kan saya sudah sampaikan bolak-balik, waktunya akan diatur. Tetapi, kalau ada permintaan," ujar Jokowi saat diwawancarai wartawan di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).

Bahasa Tubuh di Balik Pidato SBY...

Pakar bahasa tubuh Monica Kumalasari berpendapat gestur dan ucapan Presiden RI ke-6Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu (1/2/2017) tidak sinkron, tepatnya saat mengatakan ingin bicara blak-blakan dengan Presiden Joko Widodo.
 
Saat itu, tangan kanan SBY memegang mikrofon, sementara tangan kirinya diangkat, kelima jari terentang dan telapak tangannya menghadap ke luar. 

Monica menjelaskan pikiran, emosi dan tubuh punya sistem yang sinkron. 
 
 
GARRY ANDREW LOTULUNGKetua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono berbicara kepada wartawan di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017). Susilo Bambang Yudhoyono memberi penjelasan soal tuduhan terkait komunikasinya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin terkait sikap keagamaan MUI mengenai kasus penistaan agama yang menjerat Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Saat  pikiran mengatakan ingin bicara keterbukaan - bila diikuti dengan  emosi yg ikhlas (kredibel) maka direspons tubuh dengan gerakan tangan terbuka - bukan dengan gerakan yang justru malah seperti terkesan menolak," jelas Monica kepada ANTARA News, Kamis (2/2/2017).
 
 
Bahasa tubuh lebih dominan ketimbang perkataan, kata Monica, sebab bahasa tubuh merupakan respons bawah sadar yang tidak bisa ditutup-tutupi.

Dia juga menganalisis suara dan tone berbicara SBY yang disebut berbeda dari biasanya.
 
"Terjadi perubahan emosi," kata dia.
 
Suara SBY biasanya semangat berapi-api, namun pada konteks ini suaranya jadi lebih lembut dan lambat.

"Apa indikasinya? Terjadi keragu-raguan atas apa yang diucapkannya," kata dia.

(Baca: SBY Mengaku Pernah Diberi Tahu Teleponnya Disadap)

Youtube - CNN IndonesiaKetua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dalam jumpa pers di kantor DPP Partai Demokrat, Rabu (1/2/2017).
Sementara itu, saat SBY bicara masalah penyadapan, papar Monica, ada emosi kemarahan yang coba ditahan.

"Masalah penyadapan ilegal ini bisa terjadi saat pemilihan pemimpin... rahasia apapun bisa ketahuan.. masalah penyadapan ilegal ini sangat serius..sangat serius..."
"SBY dua kali mengucapkan itu.. Emosinya kemarahan yang coba ditahan. Kalau dilihat dari micro expression, ada lipatan bibir ke dalam," ungkap Monica.

Di Hadapan MKMK, Patrialis Akui Bocorkan Draf Putusan Uji Materi

Hakim Konstitusi Patrialis Akbarmengakui telah melakukan pelanggaran etik dalam kasus suap yang membuatnya menjadi tersangka .

Hal tersebut diakui Patrialis saat bertemu Majelis KehormatanMahkamah Konstitusi di Gedung KPK Jakarta, Kamis (2/2/2017).
"Kami menanyakan soal pelanggaran etik saja. Iya, dia mengakui," ujar anggota Majelis Kehormatan MK As'ad Said Ali seusai bertemu Patrialis di Gedung KPK Jakarta.
Asad membenarkan bahwa salah satu dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Patrialis adalah saat draf putusan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dibocorkan.
"Ya kira-kira begitulah," kata As'ad.
Pertemuan anggota MKMK tersebut untuk membantu Majelis Kehormatan dalam menentukan indikasi pelanggaran etik yang dilakukan Patrialis.
Menurut As'ad, saat ini Majelis Kehormatan masih melakukan pengumpulan bahan dan keterangan.
Setelah semua informasi diterima, menurut As'ad, Majelis Kehormatan akan menentukan apakah Patrialis dapat dikategorikan melakukan pelanggaran etik berat.
Anggota MKMK Sukma Violetta mengatakan, informasi yang didapat dari Patrialis akan dikonfirmasi kepada saksi-saksi yang lain. Setelah ini, MKMK akan melanjutkan pemeriksaan di Gedung MK.
Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada Rabu (25/1/2017). Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikatdan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Sebelum dilakukan penangkapan, Patrialis diduga menyerahkan draf putusan uji materi kepada Kamaludin, orang dekatnya yang diduga sebagai perantara suap.

PKL Cihampelas Mulai Tempati Skywalk


KOMPAS.com/DENDI RAMDHANISalah seorang pedagang aksesori saat menata dagangannya di Skywalk Cihampelas, Bandung, Kamis (2/2/2017).


Ratusan pedagang kaki lima di kawasan wisata Cihampelas mulai menempati ikon baru KotaBandung, Skywalk Cihampelas, Kamis (2/2/2017).

Meski belum diresmikan, Skywalk Cihampelas sudah mulai bisa diakses oleh warga.
Pantauan Kompas.com, ratusan pedagang masih sibuk menata barang dagangannya di dalam kios dengan bentuk seragam dan berwarna-warni.
Ada 192 kios yang disediakan oleh Pemkot Bandung bagi PKL yang sebelumnya menempati area pedestrian di Jalan Cihampelas.
Area PKL terbagi dua, yaitu sebelah utara untuk kuliner dan bagian selatan untuk penjual aksesori, baju, dan barang non-kuliner lainnya.
Dadang Yost (41), salah seorang pedagang aksesori, tampak semringah karena kini bisa menempati lapak legal dan relatif lebih nyaman.
Menurut dia, relokasi PKL ke Skywalk Cihampelas sangat menguntungkan bagi para pedagang.
Ia yakin akan banyak wisatawan ke sana karena Skywalk Cihampelas menjadi ikon Kota Bandung.
"Daripada berjualan di bawah lebih nyaman di atas, untuk kerapian lebih bagus, lebih tenang. Di bawah juga nyaman sih, tapi kita berdagang di halaman parkir, itu kan jadi masalah," ucap warga Cimaung, Kelurahan Tamansari, Kecamatan BandungWetan, itu.
Optimisme senada juga diungkapkan Sukma (38). Sukma yang sudah berjualan aksesori sejak lima tahun lalu mengapresiasi terobosan yang dilakukan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dalam penataan PKL di Cihampelas.
"Harapan pasti lebih baik dan lebih bagus dan lebih tertata. Sesuai semboyan dari Pak Wali, dari kaki lima, buat kaki lima, bagi kaki lima," ujarnya.
Adi Indra (20), seorang pengunjung, merasa terkesan dengan keberadaan fasilitas khusus bagi pedestrian tersebut.
"Tempatnya enak, yang paling penting di bawah itu jadi enggak macet. Dulu mah terlihat semrawut karena banyak pedagang di trotoar. Skywalk kerenlah," kata dia.

Saat Ahok & Agus Pilih Nomor 2

Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sempat menemui seorang pedagang ketoprak saat blusukan ke kawasan Jalan Rawa Lindung, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (2/2/2017).

Menariknya, nama penjual ketoprak ini adalah Agus, sama seperti nama pesaingnya pada kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017, Agus Harimurti Yudhoyono. Melihat Ahok, Agus langsung memintanya berfoto bersama.
"Ayo pak, ini bukan Agus (calon gubernur) nomor satu kan? Agus nomor dua kan, Pak," ujar Ahok kepada Agus seraya tertawa di lokasi.
Agus tertawa mendengar itu. Kemudian di depan gerobak, Ahok dan Agus berfoto dengan mengacungkan dua jari.
"Iya Pak. Nomor 2, Pak," kata Agus.
"Kalau yang ini Agus ketoprak," kata Ahok tertawa.
Saat Ahok beranjak dari dagangannya, Agus mengikutinya. Sontak, warga lainnya meminta Agus tak meninggalkan gerobak dagangannya.
"Enggak apa-apa, saya rumahnya di sini kok," kata Agus berteriak.
Pada kesempatan itu, Ahok menyoroti jalan di kawasan tersebut yang belum diaspal. Kemudian dia juga melihat keadaan waduk di sana.
Hingga pukul 15.00, Ahok masih blusukan di kawasan tersebut.

Ini Alasan Warga Pilih Agus, Ahok, atau Anies Menurut Survei LKPI

Hasil survei Lembaga Konsultan Politik Indonesia (LKPI) menunjukkan bahwa cagub-cawagub DKI Jakarta nomor pemilihan satu, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, dipilih karena tegas.

Direktur Riset LKPI Tatak Ujiyati mengatakan, dari 26,8 persen responden pemilih Agus-Sylvi, 27,6 persen di antaranya memilih mereka karena tegas.
"Pemilih Agus-Sylvi kebanyakan memilih karena alasan kesan sikap tegas, kemudian visi, misi, program, dan karena sikap yang merakyat," ujar Tatak saat merilis hasil survei di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).
Pemilih yang memilih Agus-Sylvi karena visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan sebanyak 19,7 persen, sementara yang memilih karena menilai Agus-Sylvi merakyat ada 11,8 persen. Sisanya, mereka memilih Agus-Sylvi dengan alasan yang beragam.
Kemudian, cagub-cawagub nomor pemilihan dua, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, dipilih karena keduanya berpengalaman memimpin Jakarta. Dari 25,8 persen pemilih Ahok-Djarot, 61,8 persen di antaranya memilih karena melihat pengalaman.
"Mayoritas mereka yang memilih pasangan Ahok-Djarot karena alasan pengalamannya," kata dia. (Baca: Beda Hasil Elektabilitas Cagub-Cawagub DKI dari Dua Lembaga Survei)
Sementara itu, ada 9,8 persen pemilih Ahok-Djarot yang memilih karena visi, misi, dan program mereka. Ada pula yang memilih Ahok-Djarot karena tegas (9,8 persen). Sisanya, mereka memilih dengan alasan beragam.
Adapun pemilih pasangan nomor pemilihan tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dipilih dengan alasan yang beragam. Dari 26,2 persen pemilih mereka, 18 persen di antaranya memilih karena visi, misi, dan program mereka. Kemudian, 16,4 persen memilih karena alasan agamanya, 15,6 persen karena kepintaran, 13,9 persen karena wawasan, dan sisanya memilih karena alasan lainnya.
Survei LKPI ini dilakukan pada 13-26 Januari 2017 dengan wawancara tatap muka terhadap 600 responden di lima kota di Jakarta. Dengan jumlah responden tersebut, pemilih di Kabupaten Kepulauan Seribu tidak terwakili dalam sampel karena jumlah pemilihnya terlalu kecil.
Metode penelitian yang digunakan yakni multistage random sampling dengan margin of error lebih kurang 3,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei ini dibiayai menggunakan dana internal LKPI.