09 April 2015

Australia Punya Rumput Luas, RI Ada Kebun Sawit untuk Ternak Sapi Murah

Australia Punya Rumput Luas, RI Ada Kebun Sawit untuk Ternak Sapi Murah
Tangerang -Indonesia berpotensi menjadi produsen daging sapi skala besar dan bisa swasembada untuk kebutuhan dalam negeri. Meski tak banyak punya hamparan padang rumput yang luas, Indonesia punya lahan perkebunan sawit yang luas untuk pusat peternakan sapi yang efisien.

"Penting untuk mengembangkan mengintegrasikan industri peternakan ini dengan ‎perkebunan sawit," kata seorang mantan peternak sapi asal Australia yang juga importir sapi, Ross Ainsworth di sela-sela acara pameran peternakan di Novotel Hotel di Tangcity Superblock, Tangerang, Banten, Kamis (9/4/2015).

Sebagai importir, dirinya tak khawatir bila Indonesia di masa mendatang bisa swasembada daging sapi. Alasannya permintaan sapi di kawasan khususnya ASEAN masih besar, termasuk permintaan dari China daratan.

Menurutnya Indonesia adalah pasar yang sangat besar untuk sapi-sapi asal Australia. Ketergantungan kedua negara memang cukup besar, di sisi lain Indonesia butuh sapi, sedangkan Australia butuh pasar. Dua tahun lalu sempat ada penghentian ekspor sapi dari Australia karena kasus penyiksaan hewan atau pelanggaran animal welfare.

"Banyak negara di Asia sekarang Vietnam, China, Thailand, Kamboja sedang tumbuh pesat, jadi kita punya pasar yang besar. Jadi jika besok kita nggak lagi dapat daging dari Australia dan New Zealand, kami punya pasar yang lain," katanya.

Ini Saran Dubes Australia Agar Harga Daging Sapi di RI Bisa Murah
Tangerang -Australia menjadi pemasok daging dan sapi hidup terbesar ke Indonesia. Kegiatan penggemukan sapi di Australia lebih murah dengan sistem peternakan 'raksasa' dengan lahan rumput luas.

Dalam setahun, Negeri Kangguru tersebut mampu menghasilkan atau memotong sapi sekitar 8 juta ekor. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson memberikan beberapa saran agar peternakan sapi Indonesia berkembang dan harga daging bisa murah.

"Sapi itu harus ada akses ke rumput, itu yang penting," kata Grigson di sela-sela acara pameran peternakan di Novotel Hotel di Tangcity Superblock, Tangerang, Banten, Kamis (9/4/2015).

‎Grigson mengatakan, Indonesia dan Australia telah lama bekerjasama dalam peternakan sapi, khususnya soal perdagangan. Kedua negara punya program pelatihan untuk pekerja-pekerja di Indonesia agar belajar berternak sapi di Australia.

"Kita bekerja keras untuk membantu industri peternakan dalam negeri termasuk dengan cara pertukaran pekerja di Indonesia dengan Australia. Jadi salah satu program yang baik adalah kita mengirimkan pekerja industri daging di Indonesia ke Australia di wilayah Utara. Mereka diajari mastering, mengumpulkan sapi-sapi (gembala), fence dan banyak hal soal peternakan. Mereka menyukai itu. Ada 20 orang diajari selama 2 bulan‎," papar Grigson.

Ia juga membeberkan soal harga daging sapi di Indonesia lebih mahal daripada di Australia. Menurutnya, yang penting adalah pasokan, bila pasokan daging di Indonesia tetap terjaga, maka tak akan ada guncangan pasokan dan harga. Lonjakan harga daging sapi tak terjadi di Australia karena stoknya melimpah.

"Di Australia prioritas pemerintah adalah untuk pasokan yang menjanjikan," katanya.

Selain itu, Grigson menilai izin impor yang diberikan pemerintah seharusnya sekaligus setahun, tidak dibagi per kuartal seperti saat ini. Tujuannya agar memberikan kepastikan pasokan daging di Indonesia.

"Jika industri punya izin untuk mengekspor per tahun, itu akan lebih mudah menentukan harganya, karena ada kepastian. Dan permintaan harga di Australia tidak naik turun. Dan izin untuk 1 tahun juga membuat pemerintah masih bisa mengembangkan industri di dalam negeri," paparnya.

Ini Rahasia Australia Bisa Produksi Sapi dengan Biaya Murah
Tangerang -Australia merupakan pemasok sapi hidup dan daging beku utama ke Indonesia. Harga daging impor Australia lebih bersaing daripada daging sapi dalam negeri.

Seorang mantan peternak Australia yang juga importir sapi, Ross Ainsworth, mengatakan kelebihan Australia bisa menghasilkan daging sapi yang lebih murah dari Indonesia karena sistem peternakan yang diterapkan di negaranya.

"Di Australia, sapi tumbuh di rumput dan kebanyakan hidup di luar," katanya di sela-sela acara pameran peternakan di Novotel Hotel di Tangcity Superblock, Tangerang, Banten, Kamis (9/4/2015).

Ia mengatakan setiap tahun negaranya mampu menghasilkan 8-9 juta sapi potong, namun dari jumlah itu hanya sekitar 1 juta ekor sapi yang dibesarkan melalui rumah penggemukan atau feedloter. Sedangkan sisanya paling banyak dilepas di lapangan terbuka.

"Lebih banyak tumbuh di rumput, diberi makan rumput. Kalau grain (biji-bijian) itu mahal," katanya yang kini jadi importir sapi.

Menurutnya biaya menggemukan sapi di lapangan tersebuka jauh lebih murah daripada dengan sistem pakan buatan atau sejenisnya.

"Rumput itu murah, dan itu jadi alasan kenapa sapi hidup di Australia itu murah. Karena mereka tumbuh di atas rumput, tidak ada kandang, nggak ada orang. Itu sebabnya Australia punya hamparan rumput yang luas, itu sebabnya murah tak perlu beli makanan," jelas Ainsworth.

Ia mengatakan 30% wilayah di Australia itu cocok untuk ternak sapi khususnya untuk lahan-lahan yang harganya murah. Sedangkan lahan-lahan yang bernilai tinggi di Australia, umumnya dipakai untuk ladang jagung, gandum, perkebunan dan lainnya.

Selain persoalan pakan yang murah karena dari alam, umumnya para peternak di Australia juga menekan penggunaan tenaga manusia dalam mengoperasikan peternakan. Alasannya upah pekerja di Australia sangat mahal.

"Kita menggunakan sistem produksi yang hampir tidak menggunakan tenaga manusia. Banyak perkebunan besar untuk sapi di Australia yang hanya sedikit menggunakan tenaga manusia. Contohnya, 20.000 ekor sapi, hanya 10-15 orang," katanya.

1 comment:

http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih