25 September 2014

Kembalikan Patung Perunggu Langka Larantuka ke Indonesia dari Koleksi Galeri Australia

Masyarakat Advokasi Warisan BudayaPatung perunggu langka dari Larantuka yang menggambarkan sesosok perempuan yang menenun sambil menyusui bayinya.

KOMPAS.com — Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) meminta pemeritah segera bertindak menyikapi adanya patung perunggu asal Larantuka, Flores, yang kini menjadi koleksi Galeri Nasional Australia.

Patung perunggu itu adalah figur seorang perempuan yang menenun sambil menyusui bayinya. Patung itu hilang misterius pada 1977 hingga akhirnya diketahui berada di tangan kolektor Swiss. Tahun 2006, Galeri Nasional Australia membelinya dengan harga 4 juta dollar AS.

Bertahun-tahun dipamerkan di Galeri Nasional Australia, tak ada yang sadar bahwa patung perunggu itu adalah patung asal Larantuka yang hilang. Hingga akhirnya penyelidikan koran The Australian mengungkapnya.

Jhonahes Marbun, Koordinator Madya, mengatakan, berdasarkan Pasal 20 UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, pemerintah bertanggung jawab untuk meminta benda cagar budaya yang berada di luar negeri.

"Artinya, pemerintah harus melakukan langkah konkret dan strategis antar-negara terkait benda cagar budaya yang dulunya hilang atau dicuri," ungkap Joe saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (25/9/2014).

Joe mengatakan, Pemerintah Indonesia bisa mengontak pihak Galeri Nasional Australia dan pemerintah setempat untuk mengupayakan pengembalian warisan budaya yang sangat berharga itu.

Joe menambahkan, adanya patung perunggu di Australia juga wajib jadi momentum kerja sama budaya kedua negara. "Untuk mengidentifikasi benda-benda budaya lain milik Indonesia yang ada di lembaga Australia, terutama yang tidak jelas asal dan kepemilikannya," katanya.

Semestinya, patung perunggu Larantuka bisa kembali ke Indonesia. Sebelumnya, Indonesia telah berpengalaman mengembalikan artefak budaya lain, di antaranya kibat penting Kerajaan Majapahit, Negarakertagama.

Sebuah patung perunggu langka dari Larantuka, Flores, hilang secara misterius pada tahun 1977. Kini, berdasarkan laporan harian The Australian, Jumat (19/9/2014), patung itu berada di Galeri Nasional Australia.

Patung yang hilang merupakan figur seorang perempuan yang menentun sambil menyusui bayinya. Sebelum hilang, seorang fotografer mengabadikan patung tersebut dalam genggaman wanita Flores.

Hingga kemudian, diperkirakan pada tahun 1977, patung itu hilang secara misterius. Entah bagaimana caranya, benda antik itu lalu diketahui berada di tangan seorang kolektor asal Swiss.

Tahun 1996, foto patung perunggu langka bersama seorang wanita Flores itu dipublikasikan dalam buku "Fragile Traditions, Indonesian Art in Jeopardy" karangan Michael Taylor, kini Direktur Program Sejarah Kebudayaan Asia di Smithsonian.

Dalam bukunya, Taylor tidak menyebutkan bahwa benda antik itu diambil secara ilegal dari Indonesia. Namun, ia menyatakan, fakta bahwa benda itu bernilai tinggi seharusnya membuat siapa pun berhati-hati akan adanya tarnsaksi penjualan di baliknya.

Biasanya, buku antropologi dan survei arkeologi dijadikan petunjuk bagi individu atau institusi guna mencari barang antik. Tak jelas apakah Galeri Nasional Australia melakukan hal itu, namun tahun 2006, patung perunggu Larantuka mulai jadi koleksi museum tersebut.

Patung perunggu itu dibeli Galeri Nasional Australia dengan harga 4 juta dollar AS. Harga itu diduga empat kali lipat lebih mahal dari harga yang dibayar oleh kolektor asal Swiss yang membeli sebelumnya.

The Australian telah menanyakan kepada pihak galeri apakah sudah melakukan penelitian tentang asal-usul benda antik serta kepemilikannya. Namun, pihak galeri belum memberikan respon.

Pembelian patung perunggu asal Larantuka pada tahun 2006 disaksikan secara langsung oleh direktur galeri Ron Radford dan kurator seni Asia, Robyn Maxwel, yang pensiun akhir bulan lalu.

Ada 31 eksemplar buku Fragile Traditions yang tersebar di seluruh galaeri Australia, termasuk satu ekspemplar di Galeri Nasional Australia. Seharusnya, Radford dan Maxwel mengetahui buku dan patung tersebut.

Bukan sekali ini saja benda antik milik negara lain berada di Galeri Nasional Australia. Sebelumnya, patung Dewa Shiwa menari yang berasal dari India juga berdiam di museum tersebut.

Patung itu dibeli dari seorang kolektor bernama Subhash Kapoor dengan harga 5,6 juta dollar. Galeri Nasional Australia sejak dipimpin Radford telah menghabiskan dana 11 juta dollar AS untuk membeli benda antik dari Kapoor.

Diketahui milik India, patung Dewa Shiwa itu kemudian diberikan oleh Tony Abbot kepada Perdana Menteri India Nahendra Modi secara cuma-cuma. Sementara, patung lain hingga kini masih dipamerkan.

Pakar benda cagar budaya dari University of Qeensland, Patrick O’Keefe, menilai bahwa Galeri Nasional Australia seharusnya melakukan cek kepada galeri seni dan pemerintah Indonesia sebelum memutuskan membelinya. 

No comments:

Post a Comment

http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih