07 December 2016

Ketika PNS DKI Merasa Serba Salah karena Diminta Netral...

Pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta dituntut netral pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Meski netralitas ini mudah diucapkan secara lisan, kenyataannya hal ini sulit dilakukan. Setidaknya, begitulah yang dirasakan sejumlah PNS Pemprov DKI Jakarta.
Aturan tersebut membuat mereka kerap merasa serba salah. Sebab, sanksi terberat jika PNS terlibat politik praktis adalah pencopotan status PNS.
Terlebih, kini kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 sudah masuk masa kampanye.
Pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur DKI Jakarta berebut mencuri simpati warga dengan blusukan dari kampung ke kampung.
Mujiono, Sekretaris Camat Ciracas, mengaku kerap serba salah ketika dia menghadiri pengajian atau acara lainnya yang dihadiri calon gubernur atau calon wakil gubernur.
"Kalau ada calon gubernur yang datang ke wilayah kami, bagaimana sikap terbaiknya? Kalau ditinggalin, enggak enak, sudah ikuti pengajian sampai tengah acara. Tapi kalaudidengarin, malah kena netralitas. Bagaimana cara pamong tetap memberi pelayanan terbaik, tetapi tidak terkena penalti?" kata Mujiono, dalam diskusi "Netralitas PNS pada Pilkada DKI Jakarta 2017", di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Dalam diskusi tersebut, hadir pula Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika.
Mendengar cerita dari Mujiono ini, Agus terlihat tertawa. Dia menyarankan Mujiono untuk tetap mengikuti pengajian tanpa harus memberi pernyataan atau ikut berkampanye.
"Lebih aman lagi pas calon gubernur itu datang, langsung pulang saja, itu paling aman. Jadi enggak perlu khawatir berlebih," kata Agus.
Selain itu, Mujiono mempertanyakan bagaimana sikap yang harus ditunjukkan oleh pejabat wilayah ketika calon gubernur atau calon wakil gubernur datang ke wilayahnya.
Ia bertanya apakah harus mendampingi atau memberikan pengamanan kepada calon tersebut atau tidak.
Menjawab pertanyaan itu, Agus mengimbau pejabat wilayah untuk tetap bekerja seperti biasa, tanpa perlu terganggu dengan kegiatan kampanye.
"Ada tim sukses, polisi, dan satpol PP yang memberi pengamanan. Saran saya, bapak, ibu lurah, camat, tetap di kantor melayani masyarakat, kecuali jika ada keributan, dilihat keadaannya apakah cukup kondusif dan Bapak, Ibu, perlu datang untuk melakukan pengamanan, kalau hal itu terjadi ya silakan saja datang," ujar Agus. 
"Tetapi kalau tidak ada apa-apa, tetap layani masyarakat di kantor masing-masing," sambung dia.
Selain Mujiono, Lurah Cililitan Alamsyah juga merasa bingung. Ia bingung harus bagaimana ketika ada alat peraga kampanye yang jatuh karena terpaan angin.
Ia khawatir akan menimbulkan prasangka apabila pejabat wilayah setempat mencoba membenarkan posisi alat peraga kampanye salah satu pasangan calon yang jatuh tersebut.
Terkait hal ini, Alamsyah diminta tak khawatir ketika membenarkan posisi alat peraga kampanye calon gubernur tersebut. Sebab, hal itu tidak termasuk kampanye. 
Tak jauh berbeda dengan Mujiono dan Alamsyah, Pengawas Internal PD Pasar Jaya Hafiz, merasa bingung ketika calon gubernur atau calon wakil gubernur menyambangi pasar-pasar milik PD Pasar Jaya.
Selain itu, Hafiz mengatakan, banyak kepala pasar yang kebingungan, apakah harus mendampingi atau melepas begitu saja calon gubernur atau calon wakil gubernur yang datang ke pasar.
Padahal, pegawai PD Pasar Jaya itu bukan termasuk PNS DKI. Hanya saja, PD Pasar Jaya merupakan salah satu BUMD DKI yang dibiayai oleh APBD DKI Jakarta.
"Pasar ini sering sekali didatangi oleh calon gubernur dan wakil gubernur. Kepala pasar bingung mau mendampingi atau tidak, kalau mendampingi, lama-lama malah selfie sama calonnya," ujar dia.
"Kami sebagai pengawas mau menegur juga tidak memilik dasar hukum. Tapi kalau tidak ditegur, Pasar Jaya juga harus netral karena dibiayai oleh APBD DKI," sambung Hafiz.
Menjawab hal itu, Agus menegaskan, semua institusi yang dibiayai oleh APBD DKI wajib bersikap netral pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Ia juga menyampaikan bahwa kepala pasar tidak wajib mendampingi.
"Termasuk PPSU (petugas penanganan prasarana dan sarana umum). Semua yang melayani masyarakat, wajib netral. Kemarin ada kasus PPSU selfie dengan spanduk salah satu pasangan calon langsung diskorsing, karena walaupun bukan PNS, Anda digaji menggunakan APBD DKI, uang rakyat. Sama posisinya seperti kepala pasar," kata Agus.

No comments:

Post a Comment

http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih