Kasus penistaan agama melanda Basuki T Purnama alias Ahok, mengganggu konsep demokrasi di Indonesia. Banyak pihak melihat ini menjadi masalah perlu perhatian serius. Apalagi banyak negara luar tidak lagi memakai aturan ini.
Andreas Harsono dari Human Rights Watch menuturkan, ada tiga poin penting dalam demokrasi harus dipegang, yakni masalah kemerdekaan, persaudaraan dan persamaan. Hadirnya kasus penistaan agama menunjukkan lunturnya tiga pegangan itu.
"Demokrasi itu berikan berikan tiga syarat, kemerdekaan, persaudaraan, persamaan. Kasus penistaan agama menunjukkan tidak tersentuhnya tiga syarat itu," kata Harsono saat dihubungi merdeka.com, Jumat (2/12).
Harsono menyebut kasus penistaan agama hingga membuat publik turun ke jalan, merupakan hal yang menghabiskan energi. Padahal peraturan mengenai penistaan agama telah banyak dihapus di pelbagai negara. Hanya seperempat negara masih menerapkan aturan itu, termasuk Indonesia.
"Pemikiran ketidakadaan penistaan agama sudah tidak ada sejak ratusan tahun lalu. Sekarang terjadi itu (kasus Ahok) harus menjadi nasib. Ini menjadi nasib gelap kita, semoga kita bisa melewati ini," jelasnya.
Masalah penghapusan mengenai pasal penistaan agama sebenarnya telah dilakukan pada tahun 2009. Ada empat tokoh mengajukan uji materi terhadap undang-undang Nomor 1 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. Keempat orang itu, di antaranya Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Maman Imanul Haq, Musdah Mulia dan Dawam Raharjo.
Menurut Harsono, Gus Dur kala itu merasa bahwa hanya manusia yang bisa dihina. Sementara agama tidak bisa. Ini karena agama merupakan ajaran sehingga tidak akan hilang maupun besar meski dicerca atau dipuja.
"Agama tidak bisa dihina, itu kan ajaran. Katakan semua orang menghina agama, tidak berarti membuat agama itu kecil," ujarnya.
Terkait penghapusan itu, lanjut dia, Gus Dur juga merasa bahwa pasal penistaan agama tidak akan membuat Indonesia maju. Sehingga lebih baik dihilangkan lantaran dianggap tidak cocok bagi tanah air bahkan cenderung membuat agama minoritas didiskriminasi maupun dimanfaatkan sebagai alat politik.
"Kalau Indonesia mau maju, pasal ini harus dihilangkan. Hanya mendiskriminasi orang-orang minoritas, dan dia (pasal penistaan agama) rentan dipolitisasi," ujarnya.
Uji materi diajukan Gus Dur dan tiga rekannya akhirnya kalah. Padahal saat itu ketua Mahkamah Konstitusi tengah diisi Mahfud MD, dikenal sebagai orang dekat Gus Dur dan salah satu tokoh Nahdlatul Ulama.
Untuk itu, Harsono melihat Ahok bakal sulit lolos dari kasus dugaan penistaan agama dilakukannya saat berada di Kepulauan Seribu, beberapa waktu lalu. Selain karena hukumnya dianggap tidak benar, ada intervensi politik mewarnai kasus ini.
"Kecil dia bisa lolos, karena hukumnya memang tidak benar, dan in dipakai kepentingan politik," terangnya.
No comments:
Post a Comment
http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih