Isu mengenai suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dianggap kerap dimunculkan jelang pemilihan kepala daerah untuk menenggelamkan masalah publik yang lebih penting. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai isu SARA kerap diembuskan oleh elite politik untuk membuat publik lupa terhadap isu-isu utama terkait program yang akan dilaksanakan bakal calon kepala daerah.
"Orang disibukkan debat apakah agama tertentu boleh memimpin. Lupa kritisi orang yang akan jadi calon apakah punya program cukup dan memadai dalam membangun daerah," kata Ray, dalam diskusi bertema "Pilkada sehat dan cerdas tanpa SARA", di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016).
Salah satu contohnya, kata Ray, partai politik yang tidak pernah fokus pada kritik mengenai reklamasi Teluk Jakarta. Menurut Ray, hal ini merupakan wujud keengganan partai politik untuk mempertanggungjawabkan eksekusi-eksekusi di masa mendatang.
"Publik kita enggak termakan oleh isu SARA. Tapi terus diproduksi karena pemimpin tidak mau diminta pertanggunjawaban," ujarnya.
Sementara itu, koordinator nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz, menuturkan, dalam konteks pemilihan kepala daerah, isu SARA biasanya dihangatkan kembali oleh lawan petahana.
Padahal, dalam kontestasi pilkada, visi misi serta gagasan untuk mengelola Jakarta ke depan jauh lebih penting dari latar belakang calon itu sendiri. Isu SARA akhirnya dimanfaatkan untuk keuntungan kompetisi ketika lawan tanding dianggap sulit sekali dikalahkan dengan gagasan, program, dan integritas.
"Kita bisa sebut beberapa yang akan calonkan diri di pilkada, itu minim pengalaman sebagai kepala daerah, birokrat itu tidak ada. Kita sempat dengar ada Ridwan Kamil, Yoyok, Risma, tapi diskusi kepada mereka bertiga apakah maju atau tidak," ujar Masykur.
No comments:
Post a Comment
http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih