Badan Pemeriksa Keuangan menyerahkan hasil audit investasi pembelian Rumah Sakit Sumber Waras kepada Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin. BPK menuduh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama bersalah membeli 3,6 hektare senilai Rp 755 miliar lahan Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat itu pada 2014.
Basuki alias Ahok punya dalih untuk mematahkan tuduhan itu. Bagaimana fakta sebenarnya? Berikut ini dokumen dan keterangan-keterangan yang dimuat Koran Tempo edisi 8 Desember 2015.
Lokasi Salah
BPK:
Lokasi lahan Sumber Waras bukan di Jalan Kiai Tapa, tapi di Jalan Tomang Utara.
Ahok:
Lokasi tanah Sumber Waras seluas 3,6 hektare itu berada di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat bukan di Jalan Tomang.
FAKTA:
Berdasarkan sertifikat Badan Pertanahan Nasional pada 27 Mei 1998, tanah itu berada di Jalan Kiai Tapa. Statusnya hak guna bangunan nomor 2878.
Kerugian
BPK:
Pembelian lahan Sumber Waras merugikan negara Rp 191 miliar karena ada tawaran PT Ciputra Karya Utama setahun sebelumnya sebesar Rp 564 miliar.
Ahok:
Tawaran Ciputra itu ketika nilai jual obyek pajak belum naik pada 2013. Pada 2014, NJOP tanah di seluruh Jakarta naik 80 persen.
FAKTA:
Berdasarkan data SIM PBB-P2 dari Direktorat Jenderal Pajak, NJOP lahan Sumber Waras yang ditentukan pada 2013 naik dari Rp 12,2 juta sedangkan pada 2014 Rp 20,7 juta.
Pembelian tanpa kajian
BPK:
Pembelian lahan Sumber Waras kurang cermat karena tanpa kajian dan perencanaan yang matang.
Ahok:
Dibahas dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
APBD 2014:
Pembelian tercantum di KUA-PPAS 2014 perubahan yang ditandatangani empat pimpinan DPRD 2009-2014: Ferrial Sofyan, Triwisaksana, Boy Bernadi Sadikin, dan Lulung Lunggana.
Setelah enam kali surat-suratnya tak sesuai harapannya, Efdinal membuat audit yang menyalahkan pemerintah karena tak kunjung membeli lahan tersebut. Dalam audit pada Desember 2014 itu, Efdinal menulis bahwa keberadaan tanah tersebut menjadi temuan BPK yang membuat laporan keuangan pemerintah Jakarta “wajar dengan pengecualian”.
Karena itu agar tanah tersebut tak menjadi temuan BPK, Efdinal menyarankan pemerintah membelinya. Audit ini pun tak dihiraukan pemerintah karena berdasarkan penelusuran Dinas Pemakaman, tanah tersebut telah dibeli pada 1979 hanya belum balik nama kepemilikan.
Rupanya Efdinal masih berusaha menjual tanah tersebut dengan memakai audit pembelian Rumah Sakit Sumber Waras. Melalui Kepala Inspektorat Lasro Marbun, ia meminta pemerintah membeli tanah itu lagi jika tak ingin audit Sumber Waras dipublikasikan sebagai temuan berindikasi korupsi.
Lagi-lagi, pemerintah Jakarta, yang beralih dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, menolaknya. Kepada Lasro, Basuki meminta BPK mempublikasikan saja audit itu dan menolak membeli tanah makam. “Toh, pemerintah DKI benar,” katanya.
Audit itu pun diluncurkan BPK pada Juni 2015 dengan membuat indikasi dugaan korupsi pembelian karena harganya terlalu mahal Rp 191 miliar. Audit ini disambut DPRD yang meneruskannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK lalu meminta BPK pusat membuat audit investigasi pembelian tersebut.
Apa kata Efdinal dan Lasro? Cerita lengkap soal kongkalikong audit Sumber Waras, termasuk intrik politik menjatuhkan Ahok yang melibatkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Luhut Pandjaitan dan Ketua DPR Setya Novanto ada di majalah Tempo pekan ini.
Basuki alias Ahok punya dalih untuk mematahkan tuduhan itu. Bagaimana fakta sebenarnya? Berikut ini dokumen dan keterangan-keterangan yang dimuat Koran Tempo edisi 8 Desember 2015.
Lokasi Salah
BPK:
Lokasi lahan Sumber Waras bukan di Jalan Kiai Tapa, tapi di Jalan Tomang Utara.
Ahok:
Lokasi tanah Sumber Waras seluas 3,6 hektare itu berada di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat bukan di Jalan Tomang.
FAKTA:
Berdasarkan sertifikat Badan Pertanahan Nasional pada 27 Mei 1998, tanah itu berada di Jalan Kiai Tapa. Statusnya hak guna bangunan nomor 2878.
Kerugian
BPK:
Pembelian lahan Sumber Waras merugikan negara Rp 191 miliar karena ada tawaran PT Ciputra Karya Utama setahun sebelumnya sebesar Rp 564 miliar.
Ahok:
Tawaran Ciputra itu ketika nilai jual obyek pajak belum naik pada 2013. Pada 2014, NJOP tanah di seluruh Jakarta naik 80 persen.
FAKTA:
Berdasarkan data SIM PBB-P2 dari Direktorat Jenderal Pajak, NJOP lahan Sumber Waras yang ditentukan pada 2013 naik dari Rp 12,2 juta sedangkan pada 2014 Rp 20,7 juta.
Pembelian tanpa kajian
BPK:
Pembelian lahan Sumber Waras kurang cermat karena tanpa kajian dan perencanaan yang matang.
Ahok:
Dibahas dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
APBD 2014:
Pembelian tercantum di KUA-PPAS 2014 perubahan yang ditandatangani empat pimpinan DPRD 2009-2014: Ferrial Sofyan, Triwisaksana, Boy Bernadi Sadikin, dan Lulung Lunggana.
Sumber: Audit BPK, wawancara, Dinas Pelayan Pajak, BPN
Dokumen Ini Ungkap Motif Audit Sumber Waras
Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat.
Majalah Tempo edisi pekan ini mengungkap motif sebenarnya di balik audit pembelian Rumah Sakit Sumber Waras oleh pemerintah Jakarta pada akhir 2014. Majalah ini menyebut ada korespondensi Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Jakarta Efdinal yang meminta pemerintah membeli tanahnya seluas 9.618 meter persegi di pemakaman Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
Ada enam surat yang ditulis Efdinal sejak 2008 kepada Dinas Pertamanan dan Pemakaman serta Gubernur Jakarta ketika dijabat Joko Widodo pada 2013. Saat itu Efdinal masih menjadi Kepala BPK Banten. Pada 2014, ia menjadi Kepala BPK Jakarta dan terus meminta pemerintah Jakarta membeli tanah di tengah makam tersebut.
Selanjutnya: Setelah enam kali bersurat.....
Ada enam surat yang ditulis Efdinal sejak 2008 kepada Dinas Pertamanan dan Pemakaman serta Gubernur Jakarta ketika dijabat Joko Widodo pada 2013. Saat itu Efdinal masih menjadi Kepala BPK Banten. Pada 2014, ia menjadi Kepala BPK Jakarta dan terus meminta pemerintah Jakarta membeli tanah di tengah makam tersebut.
Selanjutnya: Setelah enam kali bersurat.....
Setelah enam kali surat-suratnya tak sesuai harapannya, Efdinal membuat audit yang menyalahkan pemerintah karena tak kunjung membeli lahan tersebut. Dalam audit pada Desember 2014 itu, Efdinal menulis bahwa keberadaan tanah tersebut menjadi temuan BPK yang membuat laporan keuangan pemerintah Jakarta “wajar dengan pengecualian”.
Karena itu agar tanah tersebut tak menjadi temuan BPK, Efdinal menyarankan pemerintah membelinya. Audit ini pun tak dihiraukan pemerintah karena berdasarkan penelusuran Dinas Pemakaman, tanah tersebut telah dibeli pada 1979 hanya belum balik nama kepemilikan.
Rupanya Efdinal masih berusaha menjual tanah tersebut dengan memakai audit pembelian Rumah Sakit Sumber Waras. Melalui Kepala Inspektorat Lasro Marbun, ia meminta pemerintah membeli tanah itu lagi jika tak ingin audit Sumber Waras dipublikasikan sebagai temuan berindikasi korupsi.
Lagi-lagi, pemerintah Jakarta, yang beralih dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, menolaknya. Kepada Lasro, Basuki meminta BPK mempublikasikan saja audit itu dan menolak membeli tanah makam. “Toh, pemerintah DKI benar,” katanya.
Audit itu pun diluncurkan BPK pada Juni 2015 dengan membuat indikasi dugaan korupsi pembelian karena harganya terlalu mahal Rp 191 miliar. Audit ini disambut DPRD yang meneruskannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK lalu meminta BPK pusat membuat audit investigasi pembelian tersebut.
Apa kata Efdinal dan Lasro? Cerita lengkap soal kongkalikong audit Sumber Waras, termasuk intrik politik menjatuhkan Ahok yang melibatkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Luhut Pandjaitan dan Ketua DPR Setya Novanto ada di majalah Tempo pekan ini.
No comments:
Post a Comment
http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih