04 August 2014

Minta Bunuh Diri Dilegalkan, Ryan Dinasihati Hakim MK

TRIBUNNEWS/DANY PERMANAHakim Konstitusi Patrialis Akbar bersama hakim lainnya meneruskan pembacaan putusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (14/11/2013). Sebelumnya sidang putusan sengketa Pilkada Maluku berlangsung ricuh, massa yang diduga berasal dari pasangan penggugat, Herman Adrian Koedoeboen dan Daud Sangadji, menyerbu masuk ke dalam ruang sidang saat mendengar gugatan mereka ditolak.

JAKARTA, KOMPAS.com — Ignatius Ryan Tumiwa (40), seorang warga Jakarta, mengajukan permohonan uji materi Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Pasal itu didugat karena dianggap tidak melegalkan upaya bunuh diri. 

Pasal 344 berbunyi, "Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun." 

Dalam kesaksian di sidang perkara 16 Juli 2014 yang dilansir dalam risalah sidang di laman resmi MK,www.mahkamahkonstitusi.org, Senin (4/8/2014), Ryan mengaku depresi karena selama lebih dari setahun tidak memiliki pekerjaan sehingga ingin mengakhiri hidupnya dengan suntik mati. 

Mendengar tuntutan Ryan, para hakim yang diketuai oleh Hakim Aswanto dan beranggotakan Hakim Patrialis Akbar dan Hakim Anwar Usman itu menghujaninya dengan nasihat. Mereka mengaku prihatin melihat ada masyarakat yang meminta legalitas atas upaya mengakhiri hidupnya. 

Hakim Patrialis Akbar mengaku ngeri sekaligus sedih membaca permohonan Ryan karena secara resmi memohon agar upaya bunuh dirinya tidak dapat dibebankan sanksi hukum. Ia pun menyarankan Ryan untuk berinisiatif mencari pekerjaan dari usaha kecil-kecilan. 

"Begini, Pak Ryan, ya. Pak Ryan, kita nggak boleh putus asa dalam hidup ini. Pak Ryan itu jangan putus asa hidupnya. Mungkin bisa juga Pak Ryan jualan koran misalnya. Itu kan usaha juga," ujar Patrialis. 

Patrialis juga meminta Ryan menghubungi sanak saudara untuk membicarakan masalahnya. Jika ada kesulitan, terutama masalah finansial, imbuh Patrialis, sebaiknya memang dibicarakan baik-baik kepada keluarga daripada menyelesaikan masalah dengan mengakhiri hidup. 

"Seperti Pak Ryan minta suntik mati, saya kira ini di agama kannggak boleh ya Pak Ryan, ya. Nggak boleh karena memang yang menghidupkan kita itu kan bukan kita, Pak. Yang menghidupkan kita ini kan Sang Maha Pencipta, Tuhan kita," ujarnya. 

Nasihat pun terlontar dari Hakim Aswanto yang meminta Ryan untuk lebih dekat dengan Tuhan. Ia mememinta Ryan untuk merenungkan kembali niatnya untuk bunuh diri karena perbuatan tersebut dilarang dalam agama. 

"Apalagi tadi Saudara Ryan menyampaikan bahwa sekarang dalam keadaan depresi, ya, dalam keadaan bingung. Pencipta sudah mengatakan bahwa Beliau memberikan ujian kepada umat-Nya tidak melebihi dari kemampuan umat-Nya untuk menerima ujian itu. Mudah-mudahan ujian ini bisa diterima dan dilalui oleh Saudara Ryan," kata Aswanto. 

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pria bernama Ignatius Ryan Tumiwa (40) mengajukan permohonan uji materi Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 344 terhadap Undang-undang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi. 

Pasal itu dianggap menghalangi niatnya untuk menyuntik mati diri sendiri. Hal tersebut diutarakannya dalam sidang perkara pada 16 Juli 2014, seperti dilansir dalam risalah sidang di laman resmi Mahkamah Konstitusi, www.mahkamahkonstitusi.org, Senin (4/8/2014).

Pasal 344 berbunyi: "Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun". 

Perkara yang diajukan Ryan terdaftar No. 55/PUU-XXI/2014. Sidang perkara tersebut diketuai oleh Hakim Aswanto dan beranggotakan Hakim Patrialis Akbar dan Hakim Anwar Usman. 

Dalam kesaksiannya, warga Taman Sari, Jakarta Barat itu mengaku pernah menanyakan perihal kebijakan suntik mati ke Departemen Kesehatan. 

"Jadi saya pernah menanyakan, gitu ke Departemen Kesehatan kalau orang yang mau disuntik mati gitu kan ada halangan dari KUHP. Nah, jadi saya menggugat KUHP Pasal 344, kalau enggaksalah," ujar Ryan kepada Hakim Aswanto. 

Ryan mengaku depresi karena saat ini ia tidak memiliki pekerjaan. Ia khawatir bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari jika tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan. 

Apalagi, imbuhnya, saat ini ia belum menikah dan tidak memiliki keluarga yang tinggal dengannya. 

"Saya kan sekarang dalam kondisi tidak bekerja, gitu. Jadi, saya juga bingung juga gitu ke depannya bagaimana. Terus sedangkan di kita kan di Indonesia yang tidak bekerja itu tidak mendapatkan tunjangan," ujarnya. 

Menanggapi gugatan Ryan tersebut, Hakim Patrialis Akbar mengaku ngeri sekaligus prihatin. Patrialis heran ada orang yang ingin melegalkan suntik mati yang dilarang secara hukum. 

"Saudara Ryan ini kalau saya baca dari permohonannya ini, pertama saya ngeri permohonan ini. Di sisi lain saya sedih juga nih dengan permohonan Saudara ini, ya. Ini permohonannya ini luar biasa ini, supaya bagaimana orang bisa disuntik mati," kata Patrialis. 

Sedangkan Hakim Anwar Usman meminta Ryan memperbaiki petitum permohonannya. Menurut Anwar, pada petitum nomor empat yang berisikan permintaan kepada Pemerintah untuk membuat peraturan pelaksanaan izin suntik mati bukanlah kewenangan MK. 

"Tapi begini, mudah-mudahan (gugatan) akan ditarik kembali setelah mendapat nasehat dari para hakim tadi," kata Anwar. 

Dalam persidangan, Ketua Hakim Aswanto menjelaskan kepada Ryan bahwa dalam KUHP tidak mengatur adanya hak untuk melakukan bunuh diri dengan suntik mati. Ia menambahkan, dokter pun tidak dapat mengabulkan permintaan Ryan untuk disuntik mati karena akan tersandung hukum pidana. 

"KUHP itu tidak memberikan hak kepada seseorang untuk diakhiri hidupnya. Karena kalaupun Pasal 344 nanti ini diubah, itu tetap harus dipidana. Saya ingin mengingatkan kalau Saudara Ryan minta supaya dokter melakukan suntik mati, dokter juga tidak bisa melakukan karena ada pasal lain lagi. Dokter bisa masuk penjara," ujarnya.

KOMPAS.com/Abba GabrillinIgnatius Ryan Tumiwa (48), seorang penderita depresi, saat menunjukan photo copy ijasah kelulusan dari Pascasarjana UI tahun 1998, Senin (4/8/2014).

Alasan Ryan Tumiwa Ingin Disuntik Mati dan Menggugat MK

JAKARTA, KOMPAS.com - Ignatius Ryan Tumiwa (48) mengaku mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi soal keinginannya untuk melakukan suntik mati, karena dilatarbelakangi ketidakmampuannya untuk berobat ke psikiater. 

Karena tak juga memiliki biaya, Ryan sempat mengajukan keinginannya untuk melakukan suntik mati kepada Komnas HAM dan Kementerian Kesehatan. Namun, karena ditolak atas alasan undang-undang, Ryan kemudian mengajukan gugatan ke MK. 

Warga Taman Sari, Jakarta Barat itu mengajukan permohonan uji materi Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 344 terhadap Undang-undang Dasar 1945. Pasal itu didugat karena dianggap tidak melegalkan upaya bunuh diri.

Pasal 344 berbunyi: "Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun."

"Keinginan lain saya melakukan gugatan ke MK, supaya dilihat oleh media, siapa tahu nanti ada yang mau bantu saya berobat ke psikiater, supaya sakit depresi saya bisa sembuh," ujar Ryan, saat ditemui di rumahnya di kawasan Tamansari, Jakarta Barat, Senin (4/8/2014). 

Ryan mengatakan, karena hidup seorang diri dan tidak mempunyai pekerjaan, selama ini ia tidak mempunyai biaya untuk dapat berkonsultasi dengan psikiater. 

Saat ditanya soal keseriusannya untuk suntik mati, Ryan menjawab, itu hanya salah satu solusi apabila nanti ia sudah tidak memiliki jalan keluar untuk menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Terutama depresi yang dialaminya. 

Ryan terakhir kali bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta sebagai staf keuangan, pada tahun 1998. Sejak saat itu, hingga setahun belakangan, ia hanya mengandalkan pekerjaan paruh waktu dan uang tabungan yang ditinggalkan orangtuanya. 

"Saya ini jobless, sudah tidak punya apa-apa lagi, kedua orangtua saya juga sudah meninggal," ujar pria yang mengaku lulusan pascasarjana Universitas Indonesia tahun 1998 tersebut.

No comments:

Post a Comment

http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih