Seandainya Jokowi Ditelepon Obama...

SOLO, KOMPAS.com — Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof Dr Dimyati berpendapat, program mengenai energi dari calon presiden Joko Widodo baru menyentuh permasalahan dalam negeri. Ia belum melihat program yang menyangkut dunia internasional.

"Selama ini program Pak Jokowi soal energi, selalu menyentuh hal-hal domestik, belum menyentuh hal-hal, misalnya, situasi internasional," kata Dimyati dalam acara talkshow bersama mahasiswa Pascasarjana UMS di Solo, Jawa Tengah, Jumat (20/6/2014).

Dimyati lalu ingin mengetahui, jika terpilih pada pilpres nanti, bagaimana sikap Jokowi ketika Presiden Amerika Serikat Barrack Obama menelepon dia untuk membicarakan masalah pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.

"Apa jawaban Bapak ketika Presiden Amerika Barrack Obama menelepon Bapak, meminta mengawal Blok Cepu, Freeport, misalnya," tanya Dimyati.

Lantas, apa jawaban Jokowi? "Kalau telepon, saya jawab, di konstitusi kita itu sudah jelas kok. Kekayaan alam digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Saya jawab itu saja," ujar Jokowi.

"Enggak usah takut-takut. Wong menjelaskan itu saja kok takut. Tapi belum tentu juga Obama telepon saya," lanjut Jokowi.

Jokowi mengatakan, dalam kontrak kerja antara Indonesia dan negara lain di bidang energi, ada yang masih berumur panjang, tetapi ada juga yang akan berakhir. Jika menjadi presiden, maka Jokowi akan mempelajari semua pilihan yang ada dalam hal pengembangan energi.

"Ada kontrak yang masih 10 tahun, ada yang 3 tahun. Saya kalkulasi saja, diambil alih siap apa tidak? Kalau kerja sama, menguntungkan rakyat atau tidak," ujar Jokowi.

Acara di UMS tersebut merupakan bagian dari safari politik Jokowi di jalur pantai utara Jawa. Kebetulan, UMS mengundang Jokowi untuk menjadi salah satu narasumber. Sejumlah tokoh Muhammadiyah hadir, yakni Malik Fadjar, Syaiful Mugni, dan Abdul Munir Mulkhan.