Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi perbincangan beberapa orang warga Rusun Rawa Bebek, Jakarta Timur, di warung Wati, Senin (4/7/2016). Sejak direlokasi dari Pasar Ikan, Jakarta Utara, mereka belum juga mendapat pekerjaan.
Mereka adalah Jon, Eko, dan Sarip. Sambil menyeruput kopi yang tersaji, membayangkan enaknya para pekerja kantoran yang menerima THR.
"Katanya yayasan sekarang banyak buka lowongan ya ke Malaysia," kata Jon.
"Ya bisa aja kita ngelamar tapi kan kalau Lebaran gini mahal ongkosnya," balas Sarip.
"Yang enak mah sodara gue, baru kerja, entar terima THR, habis itu kabur," ujar Eko.
Lapangan pekerjaan memang menjadi masalah tiap warga di Rawa Bebek. Sebagian besar dari mereka bekerja di pelelangan yang ada di Muara Angke dan daerah sekitarnya.
Jarak rumah mereka yang jauh dengan tempat pelelangan ikan membuat hampir semuanya memilih mencari pekerjaan baru.
Sejak dipindahkan pada April lalu, mereka mencoba peluang di sektor informal dengan ikut jualan di lantai dasar rusun. Sebagian lagi yang belum bekerja masih menanti peluang kerja yang lebih baik.
Lebaran di tengah himpitan ekonomi memang sudah jadi hal yang biasa bagi eks warga Pasar Ikan yang ekonominya menengah ke bawah. Namun, dengan pindahnya mereka ke rumah baru, kesulitan ekonomi lebih terasa.
Mereka harus mencari pekerjaan baru sembari memenuhi biaya hidup yang semakin mahal menjelang Lebaran.
Wati, sang pemilik warung, ikut berceloteh mengenai susahnya mencari penghasilan dari rusun tersebut. Dia berdagang di lantai dasar rusun. Dia mengaku harus berbelanja bahan baku di pasar yang jauh.
"Belanja ya di Pasar Ujung Menteng, jauh kalau jalan kaki, biar motong lewat belakang. Naik ojek lumayan juga Rp 15.000 - 20.000," kata Wati, yang membuka warung mie di Blok A.
Menjelang Lebaran ini, dia pun memilih tidak pulang kampung bersama sejumlah warga rusun tersebut. Dia bersama warga yang tak mudik bersiap merayakan Hari Raya Idul Fitri seadanya.
Seperti Feri (39), warga Blok F, tidak mudik karena ia baru saja kembali dari kampung halamannya di Bima, Nusa Tenggara Barat. Ia dan istrinya pun sudah mulai berbelanja untuk hidanganLebaran.
"Biasa sih istri masak ketupat, opor ayam, ya seperti biasa sajalah," kata Feri.
Samsia atau Alo (45) yang tinggal di Blok A mengaku Lebaran kali ini adalah waktu untuk menabung. Sebab, ia tak yakin pekerjaannya sebagai pemulung nanti akan mencukupi biaya sewa di rusun. Ia pun memilih tak berlebaran.
"Enggak masak-masak, saya enggak punya kompor, masak nasi sama mie di magic jar," kata Alo.
Ibu satu anak ini mengaku sejak pindah ke Rawa Bebek, biaya hidupnya bertambah. Dulu di Pasar Ikan, ia kadang bekerja sebagai pemulung atau pengamen yang sehari biasa mendapat di atas Rp 100.000 per harinya.
Namun kini, pendapatan Alo hanya cukup untuk makan ia dan satu anaknya sehari-hari.
"Di sini kan sepi, jauh ke mana-mana. Mau ngamen enggak bisa. Untungnya saya mulung di sini sendiri enggak ada saingan," kata Alo.
Namun, di tengah persoalan pelik yang dihadapi para orangtua, anak-anak di Rawa Bebek mengaku Lebaran ini lebih menyenangkan dari biasanya.
Sejak libur sekolah, Faris (10) dan teman-temannya asyik sejak pagi hingga malam bermain di selasar rusun. Pagi mereka bersepeda, siang bermain bola, dan menjelang malam main petasan.
"Enak tempat mainnya banyak. Dulu enggak boleh main petasan sekarang boleh di luar," kata Faris.
No comments:
Post a Comment
http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih