KOMPAS.com - Pertanian perkotaan menjadi fenomena di kota-kota besar dunia. Lahan pertanian semakin terimpit penduduk, beralih menjadi sentra industri, perdagangan dan jasa, serta permukiman. Sementara kebutuhan pangan terus meningkat sejalan dengan laju perkembangbiakan manusia.
Bagaimana dengan Jakarta, ibu kota Indonesia? Sejumlah kalangan menilai sisa-sisa ruang dan pekarangan warga kota ini belum dimanfaatkan maksimal untuk pertanian. Latar belakang itu pula yang mendorong Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo merintis rumah hidroponik di Rumah Susun (Rusun) Marunda di Cilincing, Jakarta Utara, di timur laut DKI Jakarta pada awal tahun ini.
Sejumlah penghuni Rusun Marunda ditunjuk menjadi pengelolanya. Di rumah kasa seluas sekitar 1.000 meter persegi mereka yang tergabung dalam Kelompok Tani Marunda Hijau menanam selada, pakcoi, caisin, kangkung, dan tanaman lain dengan media air (hidroponik). Tanam itu tumbuh di pot-pot memanjang yang dibuat dari pipa paralon.
Menurut Ketua Kelompok Tani Marunda Hijau Dea (47), rumah hidroponik Rusun Marunda memproduksi sekitar 100 kilogram sayuran setiap hari sejak beberapa bulan lalu. Aneka sayuran itu dijual ke sejumlah pasar di Kawasan Kelapa Gading, Sunter, Tanjung Priok, dan Cilincing. ”Rata-rata omzet Rp 500.000 per hari,” ujarnya.
Marunda Hijau kini beranggotakan 10 penghuni rusun. Namun, lanjut Dea, kelompoknya membuka ruang bagi penghuni lainnya untuk bergabung. Sebab, kini baru sekitar 5.000 meter persegi dari total 3 hektar (30.000 meter persegi) pekarangan Rusun Marunda yang dikelola menjadi kebun.
Rumah hidroponik Rusun Marunda terbilang kecil dari sisi skala ekonomi. Namun, keberadaannya menambah penghasilan pengelolanya yang sebagian juga bekerja sebagai pedagang atau buruh lepas.
Belum optimal
Direktur Utama PT East West Seed Indonesia (Ewindo) Glenn Pardede, seusai menyerahkan bantuan dan menandatangani kesepakatan kerja sama dengan petani Rusun Marunda, pekan lalu, menyebutkan, berdasarkan hasil Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, ada sekitar 10,3 juta hektar lahan pekarangan yang belum dimanfaatkan di Indonesia, sekitar 30 persen atau 3 juta hektar di antaranya berada di perkotaan.
Pengembangan pertanian perkotaan (urban farming), lanjut Glenn, sangat relevan di tengah kurangnya konsumsi sayur dan buah masyarakat Indonesia.
Selain lahan kosong, sejumlah jenis sayur dan buah, bisa tumbuh di dalam pot dan wadah lain yang bisa ditempatkan di jendela, ditempel di dinding rumah, atau di atap gedung.
Melalui Komunitas Panah Merah, perusahaan produsen benih itu membuka wadah interaksi komunitas-komunitas pertanian untuk berbagi informasi dan membangun relasi bisnis tanaman hortikultura.
Dari Marunda, sejumlah aktivis menularkan ”virus” bertani di perkotaan di wilayah lain di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan kota lain. (Mukhamad Kurniawan)
No comments:
Post a Comment
http://www.youtube.com/user/dimensinet
http://www.youtube.com/user/MrLovemata
https://twitter.com/LoVeMaTa
Mohon untuk di Jempol dan di SUBSCRIBE yah gan. Terima Kasih